Tuesday, December 11, 2007

Kerokan, si biang kerok

Oleh Purnamawati a.k.a. Ipur

>>Inilah pengalaman saya, saat masuk ruang ICU di RS Jepang.

Ceritanya begini, pada tgl 5 Oktober 2007, setelah kuliah malam, jam 10 malam saya pulang ke apato, tetapi sebelum itu mampir ke rumah mbak Needa untuk membeli indomie dan bumbu sebagai persiapan makanan yang akan di bawa ke Nagoya, karena saya hari sabtunya harus berangkat ke Nagoya untuk bekerja sebagai penterjemah di perusahaan mobil di Nagoya. Setelah sampai apato, saya makan dulu, karena dari siang sampai malam belum makan, kebetulan mbak Needa memberi bento, baru setelah makan membereskan pakaian di koper. Pada saat makan Desi datang, mau menelpon ke Jakarta, kebetulan telepon Desi sudah dicabut jadi telepon saya yang bisa dipakai untuk menelpon ke Indonesia.

Sedang asyik cerita dengan Desi, saya tiba-tiba merasakan sakit di pinggang kanan, ngilu seperti di tusuk jarum. Kata Desi, mungkin saya duduknya tidak benar, karena masih memakai jelana jeans ketat, dan posisi duduk yang miring. Jadi saya meluruskan duduk supaya enak makan sambil ngobrol dengan Desi. Akan tetapi sakit itu kok masih ada, malah tambah parah. Desi melihat muka saya pucat sekali, dan menyuruh saya tiduran supaya istirahat sebentar. Saya ikuti saran Desi, tetapi tiba-tiba saya merasa mual, dan bilang ke Desi mau muntah. Segera Desi mempersiapkan plastik, pada saat itu dari kaki kanan sampai badan di sebelah kanan tidak bisa digerakkan, jadi Desi yang bergerak kesana-kemari. Setelah muntah, ada perasaan lega, jadi saya istirahat sebentar. Desi segera memanggil Ruli supaya membantu mempersiapkan pakaian yang akan saya bawa ke Nagoya.

Desi melihat wajah saya yang pucat, mengatakan kepada saya mungkin masuk angin, jadi kalau dikerok, anginnya keluar. Karena saya takut tidak bisa berangkat besok pagi, saya setuju saran Desi, padahal seumur-umur tidak pernah dikerok. Akhirnya Desi mengambil uang 10 yen dan minyak kayu putih. Saat dikerok, saya merasa lega, seperti ada yang lepas. Sambil mengerok Ruli bilang kepada saya “Merah sekali”, dan dia bilang “Foto ya”. Saya bilang “Ok, sebagai foto kenang-kenangan”. Jadi sambil Desi mengerok punggung saya, Ruli memfoto hasil kerokan Desi. Kami bertiga tertawa-tawa saat mengkerok. Waktu dilihat wah…..seram, merah seperti darah!.

Saya sudah merasa lega, jadi saya tiduran di futon. Tiba-tiba sakitnya muncul kembali dan tambah sakit. Saya merasakan rasa sakit dari pinggang kanan sampai paru-paru kanan, seperti diremuk dan ditusuk jarum. Saya jadi tidak bisa bernafas, saya panik, Desi dan Ruli juga jadi panik. Akhirnya Erik dipanggil, pada saat itu jam 12 malam.

Di tempat Erik kebetulan ada Ian, jadi mereka berdua ke kamar saya. Waktu mereka masuk ke kamar saya, mereka juga kaget, karena saya sudah pucat menahan sakit. Mereka memanggil taksi dan memutuskan ke RS Tokushukai byoin. Ian yang sibuk memanggil taksi dan menjaga supaya taksi tidak salah jalan (taksi yang kelewatan dikejar Ian supaya kembali ke arah apato kami.. Park Town). Erik dengan sigap mau menggendong saya, pada saat menggendong saya, saya merintih sakit sekali, Erik pun tidak jadi menggendong saya. Erik juga bilang kalau ngak kuat (“hop…wah Pur aku ngak kuat” kata Erik saat itu). Desi bilang “Dipapah aja”. Jadi Erik memapah saya dan Desi berjalan di belakang menjaga pada saat turun dari tangga. Waktu di dalam taksi, tukang taksi agak bingung dikiranya orang mabuk tapi akhirnya sampai juga kami di RS.

Waktu di ruang periksa, dokter bingung karena hasil rontgen menunjukkan adanya pendarahan di bagian dalam tubuh saya. Jadi dokter mau memeriksa seluruh badan, kemungkinan jatuh karena kecelakaan atau penganiayaan. Waktu saya disuruh membuka pakaian bagian belakang, mereka kaget sekali! Terlihat HASIL KEROKAN yang bagi mereka MENGERIKAN sekali…garis berwarna merah sekali! Mereka bertanya siapa yang memukul seperti ini? Siapa yang menganiaya? Mereka menyangka kerokan itu adalah hasil penganiayaan, oleh karena itu adanya pendarahan di dalam tubuh saya.

Waktu itu saya yang sudah sekarat menahan sakit jadi sulit menjelaskannya. Dengan susah payah saya menjelaskan bahwa ini pengobatan ala Indonesia kalau masuk angin. Dan cara mengerok juga saya jelaskan. Padahal saya sudah sekarat menahan sakit di bagian kanan. Saya bilang,…”Dok saya ini sakit bukan karena kerokan….saya sakit karena di dalam tubuh ini seperti ada jarum,…..sudah dong Dok, jangan bertanya lagi”. Saya jelaskan ini bukan penganiayaan. Sampai saya mohon tolong hilangkan rasa sakit saja, jangan menfokuskan kerokan ini. Mereka masih mau bertanya ini-itu, tapi karena wajah saya pucat sekali mereka pun tidak jadi bertanya, mereka hanya bilang kok bisa rapi ya cara mengkeroknya. Saya sudah tidak bisa jelaskan lagi, jadi saya suruh para dokter dan suster menanyakan ke Desi, Ruli, Erik dan Ian yang sedang menunggu di luar. Pada saat itu jam 3 pagi tgl 6 Oktober 2007.

Akhirnya Sabtu pagi, orangtua angkat saya dipanggil untuk menandatangani surat jaminan untuk operasi. Sebelum dioperasi, dari jam 2 pagi sampai jam 9 pagi saya harus menahan sakit karena para dokter yang berkompeten saat itu tidak ada, yang ada hanyalah dokter jaga. Operasi berjalan cepat, karena bukan operasi besar, hanya menutup pembuluh darah yang pecah di ginjal kanan. Setelah dioperasi, saya masuk ke ruang ICU karena para dokter takut kalau terjadi pendarahan kembali. Di ruang ICU dari para dokter sampai perawat menanyakan kenapa harus dikerok?, Apakah kerokan itu? Mereka terheran-heran. Saya jadi bingung menjawabnya, karena saya masih setengah sadar, dan sakitnya sudah tidak tertahan. Untung sebelum operasi orang tua angkat saya menjelaskan kepada para dokter dan suster budaya kerokan di Indonesia. Para dokter dan suster terheran-heran dengan hasil kerokan yang rapi. Mereka bilang “Sugoi ne”, saya hanya bilang “Iya”. Karena sebelum menjelaskan apa arti kerokan itu, saya harus menjelaskan dengan tepat kerokan itu, karena mereka menyangka hasil penganiayaan. Padahal saya yang sudah sekarat masih harus juga menjelaskan arti kerokan itu. Benar-benar heboh di ruang ICU karena kerokan itu!

>>Itulah pengalaman saya waktu masuk RS, jadi menarik, karena kerokan masih merupakan hal yang baru di Jepang, dan bisa membuat heboh di RS.

* sketsa kerokan diambil dari sini.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home