Friday, November 30, 2007

Ratu Bazar

”Minggu depan bazar ada di mana nih..?” tanya seorang rekan sembari membenahi tas-tas kertas penuh barang dari genggaman tangannya. ”Gimana kalau besok berangkat dan ”hunting” bareng, ketemu di Kaikan jam 09.00 pagi”, ajak rekan yang lain sambil sibuk meletakkan tas-tas kertas belanjaannya di keranjang sepeda kesayangannya. ”Saya mah ikut aja deh..” sahut salah satu rekan yang baru. ”Ok kalau gitu, tapi nggak pake ngaret ya....”.

Pemandangan dan obrolan semacam ini sering kita jumpai sekitar September-Nopember, bulannya musim bazar di Kagoshima. Tiap pekan, Sabtu atau Minggu selalu ada bazar. Bahkan kadang dua atau tiga tempat dalam waktu yang sama. Tentunya kita sepakat musim semacam ini sering ditunggu, merupakan kesenangan tersendiri manakala mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga ”fantastis”, juga sebagai refreshing di akhir pekan setelah dari Senin sampai Jum`at sibuk di Lab mengejar deadline laporan penelitian untuk sensei. Sebagai pelajar perantau di luar negeri sangatlah wajar bazar menjadi sesuatu yang menggiurkan. Bagaimana tidak, barang yang kita idamkan di toko seharga ribuan yen misalnya, bisa didapatkan hanya dengan ratusan yen di bazar. Kalau lagi beruntung bahkan bisa mendapatkan barang gratisan.

Memang tidak bisa lepas dari kodrat sebagai pengatur keuangan (baca: tukang belanja), semangat empat lima untuk menyerbu ke bazar seringnya didominasi kaum hawa, alias ibu-ibu dan atau mahasiswi sehingga sering ada sebutan bernada gurauan ”Ratu bazar”. Walaupun di lapangan banyak juga Om-Om dan Mas-Mas yang tidak mau ketinggalan. Daftar tempat bazar setahun kalau perlu dimiliki. Bahkan daftar alamat sekolah berikut nomor teleponnya dicatat untuk menanyakan kapan mengadakan bazar sehingga jadwal tahun berikutnyapun sudah pasti bisa dikantongi. Kapan dan di manapun ada bazar, di situ ”sang ratu” akan selalu hadir. Oleh karenanya sang ratu akan menjadi rujukan info bazar bagi rekan yang lainnya.

Apapun sebutannya, kegiatan berbazar ria sah sah saja. Apalagi kalau disertai niat mulia mengumpulkan oleh-oleh untuk saudara atau teman di Indonesia saat pulang nanti. Bazar bisa dijadikan sarana obrolan santai dengan saling bertukar informasi, sebagai sarana janjian, bertemu dan berangkat bersama sehingga keeratan kekeluargaan yang selama ini ada semakin bertambah kuat.

Tapi pernahkah muncul lintasan pemikiran dalam diri kita bahwa teman kita adalah saingan kita dalam berbazar? Kita khawatir barang yang seharusnya bisa kita beli, ternyata sudah dibeli oleh teman kita? Sehingga kalau kita tahu terlebih dahulu informasi akan ada bazar tidak perlu memberitahukan kepada yang lainnya? Tetangga dekatpun mungkin juga tidak perlu diberitahu, cukup teman ”terkasih” saja. Atau kita tidak mau keduluan teman yang lain dengan tiba lebih pagi walau bazar baru akan dimulai 2 jam kemudian? Pernahkah kita merasa tidak merasa bersalah, manakala: salah seorang teman merasa bersalah karena menolak ajakan ke bazar namun bertemu di tempat bazar dengan orang yang ajakannya ditolak tersebut. Ternyata penolakan teman tersebut karena ajakan kita yang tanpa sepengetahuannya ternyata juga kita ajak ke bazar.

Akankah bazar kita jadikan sarana belanja murah yang menyenangkan sehingga kita menjadi lebih ”fresh” atau justru sebaliknya akan kita jadikan lahan persaingan kalau tidak boleh disebut perebutan manakala kita merealisasikan lintasan pemikiran buruk di atas. Akhirnya semuanya kembali kepada kita untuk menyikapinya.


Thursday, November 08, 2007

Awal Puncak Perekonomian Jepang

Oleh : Purnamawati a.k.a Ipur*
(Artikel ini telah dimuat dalam majalah INOVASI Vol.6/XVIII/Maret 2006)


Pada tahun 1960 setelah Jepang mengalami kekalahan dalam perang dunia kedua (PD II) dan di bawah kekuasaan Amerika, segera memperbaiki kinerja pembangunan ekonominya [1].

Awal puncak kemajuan ekonomi Jepang dimulai pada saat pergantian kabinet PM. Kishi Nobusuke (Kabinet dimulai 25-2-1957 s/d 19-7-1960) ke kabinet PM Ikeda Hayato (Kabinet dimulai 19-7-1960 s/d 9-11-1964) PM Ikeda mengambil kebijaksanaan untuk membangun Jepang di bidang ekonomi setelah hancurnya negara akibat pemboman Hiroshima dan Nagasaki [2].Jepang setelah PD II harus membayar ganti rugi perang dan harus mengubah Undang-undang Dasar Meiji menjadi Undang-undang dasar yang melambangkan kedemokrasian sesuai dengan ketentuan yang diajukan oleh Amerika. Rakyat Jepang pada saat itu juga mengalami depresi karena perekonomian yang tidak stabil dan demokrasi yang harus diterapkan oleh masyarakat Jepang terutama dibidang politik dan kepemerintahan. Sebelum Jepang kalah perang semua kekuasaan dibawah Kaisar Jepang. Setelah Kalah Jepang dan diduduki oleh Amerika maka demokrasi yang Amerika anjurkan harus cepat berlangsung untuk pemulihan masyarakat Jepang [1].

Awal puncak perekonomian Jepang berkembang di mulai pada kabinet PM Ikeda. PM Ikeda menitikberatkan toleransi dan kesabaran. Namun, PM Ikeda mengesampingkan permasalahan perbaikan bentuk UU Jepang. Karena pada saat itu UU Jepang yang berlaku masih ketetapan UU Jepang menurut peraturan Amerika. Pokok kebijakan PM Ikeda dalam bidang ekonomi adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, perbaikan dan peningkatan pokok produksi di dalam negeri. Pemerintah Jepang dalam kebijakan ekonomi, membuka perbaikan di bidang tehnik, investasi dan supply dari Amerika. Pada tahun 1955 mulai diadakan perjanjian pembayaran gaji pekerja di perusahaan. Pendapatan karyawan dan buruh menjadi naik, dan tingkat konsumsi pun meningkat. Pasar dalam negeri semakin dibutuhkan dan terus berkembang sehingga ekonomi Jepang terus maju. Peningkatan konsumsi terjadi pada televisi, kulkas, mesin cuci, kebutuhan alat elektronik rumah tangga.

Secara international Jepang terus berkembang terutama menjadi anggota IMF dan tahun 1965 mata uang Jepang termasuk pertukaran mata uang international. Jepang sebagai grup negara industri dan masuk anggota badan perekonomian international OECD [1]. Bagi para politikus awal kemajuan ekonomi Jepang waktu itu merupakan keuntungan besar tetapi semakin majunya ekonomi Jepang pengikut partai demokratik-liberal semakin menurun. Ini disebabkan karena partai demokratik- liberal berpedoman pada paham konservatif yang menjunjung tinggi adat dan kebiasaan para leluhur. Akibat perekonomian yang meningkat pesan perombakan budaya dan tatanan masyarakat desa dan kota sehingga adat istiadat leluhur semakin pudar. Para petani serta masyarakat desa pindah ke kota untuk mencari kerja dan kehidupan yang lebih baik daripada di desa. Di lain pihak partai sosialis mendapat keuntungan yang besar karena melalui perkembangan besar jumlah para buruh perusahaan terutama di kota besar. Partai Sosialis mempunyai kebijaksanaan untuk mengadakan perubahan di dalam negeri, sehingga pengikut partai sosialis semakin meningkat.

Pada tahun 1960 kebijaksanaan pemerintah Jepang memusatkan industri dan peningkatan buruh pekerja dalam kehidupan masyarakat sedangkan partai Demokratik-liberal terus mempertahankan keadaan yang lama berjalan supaya tidak berubah. Jepang masuk menjadi negara industri maju [2]. Amerika sangat membantu peranan Jepang untuk menjadi negara industri maka Amerika menjalankan strategi militernya yang baru dengan membuka perang dengan Vietnam. Jepang menjadi basis bantuan militer Amerika dalam menghadapi perang dengan Vietnam. Karena dasar tersebut akhirnya Jepang pada masa tahun 60 terus menjadi basis militer Amerika untuk pasukan perang Amerika [1]. Perkembangan yang sangat cepat di dalam Jepang menimbulkan masalah yang kompleks dalam masyarakat. Semakin meningkatnya perbaikan dan keuntungan yang diterima masyarakat semakin banyak masalah kesejahteraan masyarakat. Terjadi ketidakseimbangan antara masyarakat dan perkembangan kota, dan ketidakpuasan pun muncul. Berdasarkan latar belakang tersebut, partai sosialis, mencalonkan gubernur dari pihak partai komunis untuk membantu mengadakan perubahan di dalam negeri. Hasilnya munculnya perubahan baru pada pembentukan daerah otonomi di kota besar [1].

Pada tahun 1972 lahirlah kabinet PM Tanaka Kakuei [2]. Kebijaksanaan PM Tanaka membuka pasar ekspor di luar negeri, membuka kerjasama international dengan Cina, memutus hubungan dengan Taiwan, sedangkan kebijaksanaan dalam negeri membuka kebijaksanaan moneter, memperbesar pasar domestik melalui perluasan investasi publik. Ciri khas pada kabinet PM Tanaka adalah memperbaiki keadaan pulau yang ada di Jepang dengan membuka pekerjaan umum dan pekerjaan pembangunan secara meluas. Akhirnya partai demokratik-liberal menjadi pendukung utama terhadap pembangunan masyarakat desa dengan membuka pekerjaan pembangunan dan pekerjaan umum di seluruh kepulauan Jepang. [1].

Pada saat awal masuknya Jepang menjadi negara industri, di bagian politik terjadi kemajuan terutama dalam kebijaksanaan para partai politik. Pada saat itu disebut Sistem politik tahun 1955 dan sistem politik tahun 1960 [2]. Sebelum sistem politik tahun 1955 dimulai diawali pada saat Yoshida Shigeru (kabinet dimulai 22-5-1946 s/d 24-5-1947 dan 15-10-1948 s/d 10-12-1954). Yoshida Shigeru sebagai PM tersebut menggunakan kekuatan di bawah kekuasaan Amerika dan ikatan perjanjian San Fransisco. Kebijakan PM Yoshida banyak ditentang para anti Yoshida yang memusatkan gerakan kembalinya ke politik international. Gerakan tersebut mengakibatkan terbentuknya partai demokrasi Jepang (1954) sebagai pemimpinnya Hatoyama Ichiro (kabinet dimulai 10-12-1954s/d 23-12-1956). Ada sedikit perbedaan pada partai Demokrasi dibandingkan dengan partai Liberal di bidang international, pembaharuan UUD Jepang terutama masalah kebijaksanaan keamanan Jepang-Amerika.

Sedangkan di bidang kebijakan pemerintah dan politik hampir sama :

1. Secara ekonomi menjaga kebebasan,

2. Setelah perang berakhir, mempertahankan adat dan budaya serta kebiasaan para leluhur dengan menghargai nilai-nilai yang ada dan modifikasi.

3. Memegang teguh perjanjian antara Jepang dan Amerika dan membangun kembali kekuatan militer [2].

Sedangkan partai sosialis juga mengadakan perbaikan dalam politik. Akhirnya partai demokrasi dan partai liberal membentuk persatuan menjadi satu kesatuan partai. Pada tahun 1954 PM Yoshida terlibat dengan masalah korupsi akhirnya diturunkan. Pada tahun 1955 terbentuk partai demokratik- liberal yang dipimpin oleh Hatoyama Ichiro yang konservatif dan terbentuk juga partai sosialis yang baru. Oleh karena itu disebut sistem 55:

  • Partai demokratik-liberal : konservatif (pengikut: para pedangan, bisnis, pengusaha dan para kapitalis. Kebijaksanaannya mempertahankan perjanjian Jepang Amerika dan mempertahankan UUD
  • Partai Sosialis : Perubahan (pengikut : para buruh, pengajar, pelajar). Kebijaksanaannya melepaskan perjanjian Jepang Amerika dan mengadakan perbaikan dalam UUD [1] [2]. Perubahan tersebut menjadi perubahan terbesar dalam politik Jepang [1].

Kebijaksanaan pemerintah setelah sistem politik tahun 1955 terbentuk, pemerintah dikuasai oleh partai demokrasi liberal. Partai demokrasi liberal menetapkan kebijaksanaan dalam negeri sebagai berikut pemeriksaan ulang isi dari ketetapan peraturan hukum (UU), perubahan dan pengaturan secara ketat dalam pelaksanaan pembuatan buku isi sejarah jepang, perbaikan peraturan dalam sistem kepolisian, menjalankan UUD (Nihon Koku Kenpo), pelaksanaan pemahaman arti demokrasi ke seluruh wilayah Jepang. Bagi para golongan kecil kebijakan tersebut menjadi halangan dan tekanan. Terutama golongan yang ingin mengadakan pembaharuan secara utuh. Gerakan demo terjadi sehingga pertentangan terjadi para polisi dengan penentang [1].

Setelah tahun 1960 Jepang memasuki puncak kemajuan ekonomi sehingga menjadi negara industri. Pada saat itu juga terus berkembang partai lain di Jepang misalnya partai komunis, partai oposisi, partai sosialis terus berkembang dan partai lainnya terus bermunculan [1].

Daftar Buku

1. Owaranai nijuseiki Tonan Ajia Seijishi, Ishikawa shouji Hirai Kazuomi, Horitsu Bunka Basic Books, 2003

2. Seigo Seiji Shi, Ishikawa Masumi, Iwanami Shinsho, 2004


*Penulis adalah mahasiswa program S3 Fakultas Hukum, Jurusan Sejarah Jepang, Universitas Kagoshima

Monday, November 05, 2007

Kodomo Festival 2007

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun PPIK turut berpartisipasi dalam Kodomo Festival 2007 yang diselenggarakan pada tanggal 17 September 2007. Pada kesempatan ini, dalam rangka memperkenalkan negara kita tercinta – INDONESIA, PPIK menampilkan permainan tradisional Indonesia yakni bekel, congklak, suit atau pinsut dan juga angklung.

Memperkenalkan permainan tersebut di atas kepada anak-anak Jepang merupakan suatu tantangan tersendiri. Selain permainan itu bisa dikatakan baru bagi mereka, cara menyampaikannya pun sepraktis dan sesederhana mungkin. Tak jarang beberapa di antara kami –dengan keterbatasan dalan berbahasa Jepang- mengajarkan permainan tersebut dengan langsung mempraktekkan permainan tersebut.

Walau dengan keterbatasan seperti yang disebutkan di atas, ternyata permainan yang ditampilkan sanggup menarik minat anak-anak yang hadir di Kagoshima Perfecture Citizens Center Koryu Center. Semakin menarik lagi dengan hadiah chouchou-kawai-choo (berupa kupu-kupu yang terbuat dari bulu) yang ditawarkan bagi mereka yang sanggup memainkan bekel 1 set. Semangat mereka untuk mendapatkan hadiah itu patut kita acungkan 2 jempol, walaupun beberapa anak akhirnya harus gigit jari karena gagal mendapatkan hadiah tersebut. Tapi tercatat satu ibu Jepang yang ikut mencoba bermain bekel ini demi buah hatinya yang ingin sekali memperoleh kupu-kupu cantik itu.

Melengkapi stand Indonesia (yang tergabung dalam Kagoshima University Foreign Student Association group), kami tawarkan pula bagi anak-anak yang ingin mencoba pakaian daerah Indonesia dan didokumentasikan oleh PPIK. Ada pakaian dari Betawi, Jawa, Sumatera dan Kalimantan mengisi stand Indonesia. Peminatnya???? Jangan disangsikan lagi…..laris maniiiissss!!!

Melihat antusias anak-anak Jepang(dan juga para orangtua mereka) dalam mengenal budaya negara lain, tentunya patut mendapatkan apresiasi dari kita semua. Bagi kita pun, tentunya jauh lebih membahagiakan bisa menjadi duta Indonesia dalam memperkenalkan negara dan budaya kita, walau hanya lewat permainan tradisional Indonesia, yang mungkin di negara kita pun permainan-permainan tersebut telah dilupakan seiring dengan menjamurnya permainan yang modern di tanah air.

Biar kita tidak baru `teriak-teriak` saat ada negara lain mengakui apa yang kita miliki, ayo mulai dari sekarang, kita semua rajin memperkenalkan kesenian dan kebudayaan Indonesia ke dunia luar!