Masih ada wudhu
Catatan kecil Keluarga Agus Sukarto
Assalammualaikum wr wb,
Baru saja Fathin (anak laki-laki kami yang bulan depan usianya genap 4 tahun) bangun tidur siang, langsung mencari ummi, langsung minta peluk.
Lalu Ummi mengingatkan, “Sudah baca do'a bangun tidur?”.
Dengan terkantuk-kantuk Fathin berdo’a "Alhamdulillahillad zi ahyana ba'dama wailahinnusur".
Lalu Ummi ajak Fathin sholat ashar, "Fathin ayuk pipis dulu, wudhu lalu kita sholat ashar yah, Ummi dah tunggu Fathin loh".
“Ok”, katanya masih dengan kantuknya.
Tak berapa lama Fathin sudah muncul dari kamar mandi dan siap menggunakan celananya, ehh tapi kok kayaknya ada yang aneh yah, wajahnya tidak basah.
"Fathin sudah wudhu?"
"Aku masih ada wudhu, Mi".
hee? apa maksudnya pikirku, "Lho Fathin kan abis pipis, jadi harus wudhu lagi"
"Aku pipisnya sedikit kok", jawabnya.
"Aku tadi sudah wudhu kok Mi waktu sholat dzuhur"
"Iya tapi pipis, buang angin, BAB itu semua membatalkan wudhu dan mesti wudhu lagih nak"
"Hmmm…tapi aku tadi cuma bobo Mi"
"Iya bobo juga membatalkan wudhu"
"Aku bobonya bentarr kok Mi…”
Waduh susah juga ngomong sama Fathin. Sebenarnya alasannya cuma satu, ia masih malas-malasan sehabis bobo. Hampir saja aku mengalah dan membiarkan dia sholat tanpa wudhu tiba-tiba Fathin berkata
“Mi, punya es krim ngak?"
Senjata pikirku…
"Ada, nah sekarang Fathin wudhu, sholat bareng Ummi, lalu kita makan es krim",
"Oh, iya Mi, ok deh.....". Dengan sigap dan semangat Fathin kembali ke kamar mandi untuk berwudhu lalu balik lagi,
"Ayo Mi, aku dah siap nih...."
"Kalau aku pinter, sholeh, mau sholat, akan disayang Ummi, dan disayang Abi, trus dapet es krim dari ALLAH yah Mi", kata Fathin dengan riang.
"Iya", jawab Ummi. Kantuk dan malasnya? heeeeeee dah ilang kemana yah?
Ahh dasar anak-anak... ......... .....cermin buat kita, Kalau kita masih melakukan kebaikan hanya untuk mendapatkan imbalan apapun bentuknya berarti kita masih anak-anak :P
Wassalammu`alaikum wr wb
Yakiimo, kembaran si ubi cileumbu
*ditulis oleh neng LiaBeberapa minggu yang lalu, saat menuju lab, saya bermaksud beli roti kering manis di kios makanan di dalam ferry. Tapi, saat sudah di depan kiosnya, ada iklan baru yang tergantung di samping. Ternyata gambar ubi!!! Memang sih, di sini saya tau ada beberapa makanan yang terbuat dari ubi, dan ubi di sini manis semua, makanya disebut sweet potato kan ya…
Cuman, ya itu tadi, biasanya saya makan makanan yang berbahan dasar ubi, bukan ubinya langsung. Misalnya, bolu ubi, kripik ubi, cracker ubi dan softcream rasa ubi.
Makanya, begitu tau di ferry jual ubinya, roti langsung terlupakan. Dan bilang ke ibu penjual, saya mau yakiimo…ibu penjual ngambilin, tapi dia bilang baru ada 1 yang mateng. Ga masalah, 1 pun cukup, pengen ngebeda-in aja sama ubi Indonesia gituh loh…
Ternyata, uuhhhhh, uuuueeennnaaaakkkkk…mirip ubi cileumbu!!! Emang sih, luarnya ga keunguan, dalemnya ga kemerahan (eh, apa itu warna ubi mentah ya?? `auck ach, `elap!!!)… yang penting, rasanya bo.!!!! Manizzz…kaya gw, hehehe…
Dan semenjak itu, setiap dapet ferry Cherry Queen, pasti saya singgah di kios makanannya untuk beli ubi..., ubi yang mirip ubi cileumbu itu…, harganya? Heueheuheu… yang difoto itu, segede gitu 200 yen! Klo yang jaganya si ibu langganan, biasanya dikasih yg rada kecil2, tapi 3 biji…
Lumayan, 15 menit perjalanan Kagoshima-Sakurajima atau sebaliknya bisa dilalui sambil minum kopi hangat dan menikmati ubi cileumbu…, eh, yakiimo maksudnya…
Kerokan, si biang kerok
Oleh Purnamawati a.k.a. Ipur
>>Inilah pengalaman saya, saat masuk ruang ICU di RS Jepang.
Ceritanya begini, pada tgl 5 Oktober 2007, setelah kuliah malam, jam 10 malam saya pulang ke apato, tetapi sebelum itu mampir ke rumah mbak Needa untuk membeli indomie dan bumbu sebagai persiapan makanan yang akan di bawa ke Nagoya, karena saya hari sabtunya harus berangkat ke Nagoya untuk bekerja sebagai penterjemah di perusahaan mobil di Nagoya. Setelah sampai apato, saya makan dulu, karena dari siang sampai malam belum makan, kebetulan mbak Needa memberi bento, baru setelah makan membereskan pakaian di koper. Pada saat makan Desi datang, mau menelpon ke Jakarta, kebetulan telepon Desi sudah dicabut jadi telepon saya yang bisa dipakai untuk menelpon ke Indonesia.
Sedang asyik cerita dengan Desi, saya tiba-tiba merasakan sakit di pinggang kanan, ngilu seperti di tusuk jarum. Kata Desi, mungkin saya duduknya tidak benar, karena masih memakai jelana jeans ketat, dan posisi duduk yang miring. Jadi saya meluruskan duduk supaya enak makan sambil ngobrol dengan Desi. Akan tetapi sakit itu kok masih ada, malah tambah parah. Desi melihat muka saya pucat sekali, dan menyuruh saya tiduran supaya istirahat sebentar. Saya ikuti saran Desi, tetapi tiba-tiba saya merasa mual, dan bilang ke Desi mau muntah. Segera Desi mempersiapkan plastik, pada saat itu dari kaki kanan sampai badan di sebelah kanan tidak bisa digerakkan, jadi Desi yang bergerak kesana-kemari. Setelah muntah, ada perasaan lega, jadi saya istirahat sebentar. Desi segera memanggil Ruli supaya membantu mempersiapkan pakaian yang akan saya bawa ke Nagoya.
Desi melihat wajah saya yang pucat, mengatakan kepada saya mungkin masuk angin, jadi kalau dikerok, anginnya keluar. Karena saya takut tidak bisa berangkat besok pagi, saya setuju saran Desi, padahal seumur-umur tidak pernah dikerok. Akhirnya Desi mengambil uang 10 yen dan minyak kayu putih. Saat dikerok, saya merasa lega, seperti ada yang lepas. Sambil mengerok Ruli bilang kepada saya “Merah sekali”, dan dia bilang “Foto ya”. Saya bilang “Ok, sebagai foto kenang-kenangan”. Jadi sambil Desi mengerok punggung saya, Ruli memfoto hasil kerokan Desi. Kami bertiga tertawa-tawa saat mengkerok. Waktu dilihat wah…..seram, merah seperti darah!.
Saya sudah merasa lega, jadi saya tiduran di futon. Tiba-tiba sakitnya muncul kembali dan tambah sakit. Saya merasakan rasa sakit dari pinggang kanan sampai paru-paru kanan, seperti diremuk dan ditusuk jarum. Saya jadi tidak bisa bernafas, saya panik, Desi dan Ruli juga jadi panik. Akhirnya Erik dipanggil, pada saat itu jam 12 malam.
Di tempat Erik kebetulan ada Ian, jadi mereka berdua ke kamar saya. Waktu mereka masuk ke kamar saya, mereka juga kaget, karena saya sudah pucat menahan sakit. Mereka memanggil taksi dan memutuskan ke RS Tokushukai byoin. Ian yang sibuk memanggil taksi dan menjaga supaya taksi tidak salah jalan (taksi yang kelewatan dikejar Ian supaya kembali ke arah apato kami.. Park Town). Erik dengan sigap mau menggendong saya, pada saat menggendong saya, saya merintih sakit sekali, Erik pun tidak jadi menggendong saya. Erik juga bilang kalau ngak kuat (“hop…wah Pur aku ngak kuat” kata Erik saat itu). Desi bilang “Dipapah aja”. Jadi Erik memapah saya dan Desi berjalan di belakang menjaga pada saat turun dari tangga. Waktu di dalam taksi, tukang taksi agak bingung dikiranya orang mabuk tapi akhirnya sampai juga kami di RS.
Waktu di ruang periksa, dokter bingung karena hasil rontgen menunjukkan adanya pendarahan di bagian dalam tubuh saya. Jadi dokter mau memeriksa seluruh badan, kemungkinan jatuh karena kecelakaan atau penganiayaan. Waktu saya disuruh membuka pakaian bagian belakang, mereka kaget sekali! Terlihat HASIL KEROKAN yang bagi mereka MENGERIKAN sekali…garis berwarna merah sekali! Mereka bertanya siapa yang memukul seperti ini? Siapa yang menganiaya? Mereka menyangka kerokan itu adalah hasil penganiayaan, oleh karena itu adanya pendarahan di dalam tubuh saya.
Waktu itu saya yang sudah sekarat menahan sakit jadi sulit menjelaskannya. Dengan susah payah saya menjelaskan bahwa ini pengobatan ala Indonesia kalau masuk angin. Dan cara mengerok juga saya jelaskan. Padahal saya sudah sekarat menahan sakit di bagian kanan. Saya bilang,…”Dok saya ini sakit bukan karena kerokan….saya sakit karena di dalam tubuh ini seperti ada jarum,…..sudah dong Dok, jangan bertanya lagi”. Saya jelaskan ini bukan penganiayaan. Sampai saya mohon tolong hilangkan rasa sakit saja, jangan menfokuskan kerokan ini. Mereka masih mau bertanya ini-itu, tapi karena wajah saya pucat sekali mereka pun tidak jadi bertanya, mereka hanya bilang kok bisa rapi ya cara mengkeroknya. Saya sudah tidak bisa jelaskan lagi, jadi saya suruh para dokter dan suster menanyakan ke Desi, Ruli, Erik dan Ian yang sedang menunggu di luar. Pada saat itu jam 3 pagi tgl 6 Oktober 2007.
Akhirnya Sabtu pagi, orangtua angkat saya dipanggil untuk menandatangani surat jaminan untuk operasi. Sebelum dioperasi, dari jam 2 pagi sampai jam 9 pagi saya harus menahan sakit karena para dokter yang berkompeten saat itu tidak ada, yang ada hanyalah dokter jaga. Operasi berjalan cepat, karena bukan operasi besar, hanya menutup pembuluh darah yang pecah di ginjal kanan. Setelah dioperasi, saya masuk ke ruang ICU karena para dokter takut kalau terjadi pendarahan kembali. Di ruang ICU dari para dokter sampai perawat menanyakan kenapa harus dikerok?, Apakah kerokan itu? Mereka terheran-heran. Saya jadi bingung menjawabnya, karena saya masih setengah sadar, dan sakitnya sudah tidak tertahan. Untung sebelum operasi orang tua angkat saya menjelaskan kepada para dokter dan suster budaya kerokan di Indonesia. Para dokter dan suster terheran-heran dengan hasil kerokan yang rapi. Mereka bilang “Sugoi ne”, saya hanya bilang “Iya”. Karena sebelum menjelaskan apa arti kerokan itu, saya harus menjelaskan dengan tepat kerokan itu, karena mereka menyangka hasil penganiayaan. Padahal saya yang sudah sekarat masih harus juga menjelaskan arti kerokan itu. Benar-benar heboh di ruang ICU karena kerokan itu!
>>Itulah pengalaman saya waktu masuk RS, jadi menarik, karena kerokan masih merupakan hal yang baru di Jepang, dan bisa membuat heboh di RS.
* sketsa kerokan diambil dari sini.